Jakarta, Kamis 24 Oktober 2018 dua mahasiswa dari STB HKBP
Laguboti yakni Destri Marbun dan Septiana Putri Napitupulu telah merampungkan
masa magangnya di LBH APIK Jakarta. Sebagai tugas akhir mereka mempresentasikan hasil penelitian
selama berada di LBH APIK Jakarta yang berjudul “Pemenuhan Hak-Hak Bagi Perempuan Korban
Kekerasan Seksual”.
Presentasi ini
mereka lakukan di ruang pertemuan LBH APIK Jakarta yang di hadiri oleh Direktur
dan Staff. Dalam presentasinya Septi menjelaskan bahwa masalah kekerasan seksual merupakan
salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan,
serta patut dikategorikan sebagai jenis kejahatan melawan kemanusiaan (Crime
against Humanity). Destri juga menambahkan kekerasaan seksual berupa perkosaan
sering terjadi dan mayoritas korban adalah kaum perempuan dari berbagai usia.
Septi menjelaskan bahwa di Indonesia telah ada
Undang-Undang mengatur hukuman serta
hak-hak bagi korban yang mengalami perkosaan, namun realita berkata masih
banyak korban yang belum atau bahkan tidak mendapatkan hak-hak nya. Masih
terdapat ketimpangan-ketimpangan yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam
pemenuhan hak korban Kekerasan Seksual (perkosaan).
Mereka juga melihat kekerasan dari perspektif
Misiologis bahwasanya sebagai perempuan yang dipanggil Allah dan dipilih untuk
melayani manusia sebagai penginjil melalui gereja dapat melakukan misi Allah
ditengah-tengah dunia melalui pembebasan mereka dari hal- keterpurukan
hidupnya. Dengan gereja kita dapat melakukan pemulihan kepada kejiwaan dan
kerohaniannya. Karena Pemulihan bagi setiap orang yang terjatuh merupakan tugas dari pelayan Allah untuk
memberikan penguatan bahwa Allah tetap memegang tangan setiap orang yang mau
berseru dan berharap kepadaNya (Mazmur
62:5). Seberapa besar pun masalah dihidup kita kiranya kita tetap berharap
kepada Tuhan sajalah (Ratapan 3:25)
Pada akhir penelitian mereka memberikan saran untuk
APH, Gereja, masyarakat, dan korban. Mereka merekomendasikan kepada semua
Aparat Penegak Hukum yang melayani dan mengayomi kasus-kasus masyarakat kiranya
dapat memenuhi dan memprioritaskan hak-hak yang seharus nya didapatkan oleh
korban. Selain itu mereka juga merekomendasi gereja perlun menyediakan layanan
konseling dan juga WCC (women Crisis Center) bagi perempuan yang mengalami
Kekerasan. Dalam sesi diskusi mereka juga menekankan masyarakat untuk dapat mempercayai korban yang
mengalami kekerasan seksual dan menerima mereka. “Kami berharap kedepannya
korban mampu dan berani bangkit dari keterpurukan” tegasnya diakhir diskusi.