doc.LBH Apik Jakarta - November 2018
Dalam rangka
memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, pada hari Minggu, 25
November 2018, LBH Apik bersama dengan jaringan lain seperti LBH
Jakarta, BEM FH UI, MaPPI FH UI, Space UNJ dan juga Bandungwangi mengadakan media briefing dengan tema “Potret Buram
Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan Indonesia”. Tema demikian diangkat
mengingat masih maraknya kekerasan seksual yang terjadi dalam dunia pendidikan,
dunia yang seharusnya bisa menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas
untuk kemajuan bangsa. Kasus yang marak baru-baru ini yang menimpa mahasiswi
UGM, hanyalah salah satunya.
Dimulai pukul 10.00
WIB
tepat, kegiatan tersebut dibuka oleh narasumber dari LBH Jakarta, Citra, yang
menyatakan bahwa hingga saat ini per tahun 2018, sudah ada 3 kasus yang
dilaporkan terkait dengan kekerasan seksual di dunia pendidikan. Masih sama
seperti tahun-tahun sebelumnya, hambatan dalam menangani kasus kekerasan
seksual masih saja berkutat dalam kepolisian yang bisa memakan waktu sampai
bertahun-tahun. Sementara narasumber kedua, Noval dari Space UNJ menuturkan
bahwa kasus salah satu dosen yang melakukan kekerasan seksual terhadap beberapa
mahasiswi dan dosen di UNJ ternyata tidak diproses secara hukum dan hanya
ditetapkan sanksi moral oleh pihak kampus. Menurut Noval, tidak ada kebijakan
kampus mengenai tindak kekerasan seksual dalam dunia pendidikan menjadi
hambatan yang sangat besar untuk memberantas perilaku kekerasan seksual.
Narasumber ketiga dari
BEM FH UI, Danu, juga menambahkan bahwa dari hasil survey terhadap 177
mahasiswa Universitas Indonesia, terdapat 21 responden yang mengalami kekerasan
seksual, 39 responden mengaku mengetahui adanya tindak kekerasan seksual di
kampus dan dari itu semua, hanya 11 kasus yang dilaporkan. Selain karena tidak
adanya kebijakan kampus untuk menangani tindak kekerasan seksual di dunia
pendidikan, sedikitnya kasus kekerasan seksual yang dilaporkan juga disebabkan
oleh kondisi lingkungan kampus yang tidak kondusif untuk mendukung pemulihan
korban.
Veni Siregar dari LBH
Apik juga turut memberikan pendapat bahwa kementerian pendidikan pun tidak
memiliki regulasi yang tegas mengenai perilaku kekerasan seksual di dunia
pendidikan sehingga masih banyak terjadi hal serupa. Buruknya lagi, kebijakan
yang sekarang membahas kekerasan seksual yaitu KUHP, hanya fokus terhadap
pelaku, bukan kepada korban sehingga kerap terjadi kriminalisasi korban atau victim blaming yang menyebabkan beberapa
kasus kekerasan seksual tidak dilaporkan atau pelaku tidak mendapatkan hukuman
secara adil.
Oleh karena itu pada
akhirnya seluruh pembicara dalam kegiatan ini mengharapkan adanya sinergis di
antara pemerintahan, pihak sekolah maupun orang tua murid untuk sama-sama menciptakan
lingkungan yang aman dan nyaman bagi para siswa agar tidak lagi terjadi tindak
kekerasan seksual di dunia pendidikan. Karena pendidikan semestinya
membebaskan, bukan menjadi ancaman.