konfrensi Press kasus J &J 22 April 2019
doc : LBH APIK JAKARTA
Hakim Memutus
Bebas Pelaku Perkosaan Anak:
Berikan Keadilan
untuk Kakak Beradik( J&J)!
Dua orang kakak beradik Joni (14 tahun ) dan Jeni
(7 tahun) bukan nama sebenarnya, menjadi korban Perkosaan anak yang dilakukan
oleh HI ( 41 tahun) yang merupakan tetangganya. Kasus kekerasan seksual yang
dialami oleh kakak beradik ini sudah berlangsung cukup lama dan terjadi
berulang kali semenjak korban Joni berumur 12 tahun dan Jeni berumur 4 tahun.
Orangtua korban telah melaporkan kasus ini ke kepolisian dan Pelaku menjalani
Persidangan di PN Cibinong.
Berdasarkan informasi dari orang tua korban dan
Jaksa Penuntut Umum, Dalam proses persidangan ditemukan kejanggalan dan tidak
terpenuhinya prinsip - prinsip peradilan yang jujur dan adil (fair trail), diantaranya:
1.
Selama
persidangan, Hakim yang memeriksa hanya
satu orang, namun dalam Putusan disebutkan
Majlis Hakim berjumlah tiga orang yang diketuai oleh Muhammad Ali
Askandar, S.H., M.H, dan Chandra
Gautama, S.H, M.H, serta Raden Ayu Rizkiyati, .S.H sebagai Hakim Anggota.
2.
Selama
Ibu J &J diperiksa oleh hakim, bapak Mertua dan suami mendampingi di ruang
sidang,
3.
Pada
proses pemeriksaan, Hakim memerintahkan J&J tidak boleh didampingi oleh pendamping dan
orang tua;
4.
Di
persidangan J & J dipertemukan dengan pelaku di ruang sidang tanpa
didampingi oleh orangtua dan pendamping;
5.
Keluarga
J & J tidak diinformasikan tentang perkembangan proses persidangan;
6.
Pelaku
pada saat pemeriksaan di persidangan sudah mengakui pernah melakukan
7.
kekerasan
seksual kepada J & J, para saksi sudah menjelaskan di persidangan, keterangannya
saling menguatkan serta dari Hasil visum
J & J terbukti telah Kekerasan seksual terhadap anak;
8.
Jaksa
menuntut 14 tahun penjara dan denda 30 juta rupiah berdasarkan pasal 81 ayat 2
dan pasal 82 UU no 35 tahun 2014 tentang
perlindungan anak jo pasal 64 ayat 1 KUHP namun pada tanggal 25 maret 2019
majelis Hakim memutus bebas HI dengan pertimbangan bahwa tidak ada saksi yang
melihat langsung kejadian perkara.
Upaya untuk mencari keadilan yang dilakukan oleh
keluarga J&J diantaranya adalah dengan melapor ke LPSK, KPAID Bogor, Komnas Anak, Komisi Yudisial dan ke LBH APIK Jakarta. Bebasnya
pelaku HI dalam kasus ini menjadi preseden buruk bagi korban kekerasan seksual
lainnya namun juga membuat turunnya kepercayaan publik kepada aparat penegak
hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual, dan membuat korban-korban
kekerasan seksual lainnya tidak mempercayai proses hukum.
Hakim dalam menangani perkara belum sesuai dengan
PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan
dengan Hukum, hakim kurang cermat dalam menggali fakta persidangan dimana
korban merupakan anak adalah pihak yang harus dilindungi dan memiliki posisi
yang rentan, hakim dalam perkara ini tidak melihat adanya relasi kuasa antara
korban dan pelaku, dampak fisik dan psikis yang dialami korban,
ketidakberdayaan fisik dan psikis korban yang merupakan anak-anak sehingga
tidak mampu menolak atau melawan perbuatan pelaku. Apalagi selama proses hukum
anak korban harus bertemu dengan pelaku dimana hal tersebut tidak memperhatikan
kondisi psikologis korban dan seharusnya hakim bisa melakukan pemeriksaan
terpisah. Selain itu dengan tidak mengizinkan korban untuk di dampingi oleh
orang tua atau pendamping telah melanggar Pasal 9 PERMA No. 3 Tahun 2017,
dimana seharusnya hakim yang berinisiatif agar korban anak didampingi oleh
pendamping, apalagi hak atas pendamping juga dijamin oleh berbagai peranturan
perundang-undangan yang lain seperti dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban dan Pasal 23 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak.
Oleh karenanya, LBH Apik Jakarta dan MaPPI
FHUI menuntut :
1. Meminta Kepada Mahkamah Agung menjatuhkan
Putusan kasasi kepada pelaku yang sedang diajukan oleh Jaksa penuntut Umum sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak
No 35 tahun 2015 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak.
2. Meminta Komisi Yudisial
dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk menjatuhkan sanksi kepada hakim yang
memeriksa Perkara J&J karena membebaskan pelaku perkosaan Anak.
3. Meminta Aparat Penegak
Hukum mempertimbangkan dan mengembangkan alat bukti yang lain yaitu keterangan saksi korban,
disamping alat bukti lain sesuai dengan mandat KUHAP dan UU Perlindungan Anak
4. Meminta Mahkamah Agung agar terus melakukan
sosialisasi PERMA dan meminta seluruh hakim menjalankan PERMA No. 3 Tahun 2017
tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan Dengan Hukum
5. Meminta LPSK untuk memberikan
Pemulihan Kepada Korban dan keluarganya dari trauma seta kerugian materil
akibat kasus ini.
6. Meminta kepada LPSK
memberikan Perlindungan pada Korban dan keluarganya karena pelaku bertempat
tinggal dekat dengan rumah korban.
7. Mendorong kepada DPR agar
segera membahas dan mengesahkan RUU P-
KS ( Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) agar tidak ada
kasus serupa terjadi kepada para pencari keadilan dalam kasus-kasus kekerasan
seksual.
8. Negara harus memberikan
perlindungan dan menjamin keselamatan kepada korban dan keluarga korban. Negara
tidak boleh abai dalam kasus ini
#StopKekerasanSeksual
#keadilanuntukJ&J
#penjarakanpelakuperkosaan
#PecathakimyangmengadiliperkaraJ&J
#SahkanRuuPks
Cp:
LBH APIK
Jakarta- Uli Pangaribuan - 081314825052
MAPPI FHUI-
Meyriza Violyta- 0812-9427-9727/ 0822-8121-6499