doc : LBH APIK Jakarta 18 Juli 2019
Jakarta, 18 Juli 2019,DPR RI bersama Pemerintah kembali
gelar rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual di
ruang sidang komisi delapan gedung Nusantaea dua, Jakarta pada (18/07). Rapat
yang hanya diwakili oleh tujuh fraksi anggota komisi delapan ini bersifat
terbuka. Pasalnya, DPR RI dan pihak pemerintah masih mengharapkan usulan-usulan
dan masukan dari masyarakat yang hadir memantau rapat ini atau dapat disebut
dengan fraksi balkon.
Rapat ini dibuka oleh ketua komisi delapan Marwan
Dasopang dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Dia menyatakan bahwa
Undang-Undang ini akan segera diusahakan pengesahannya dilakukan pada periode
ini. Mengingat bahwa fenomena kekerasan seksual yang terjadi ini seperti gunung
es. Diharapkan pengesahannya dapat menjadi bentuk perlindungan kepada para
korban maupun penyintas kekerasan seksual. Sebelum memasuki pembahasan
perwakilan dari pemerintah, yaitu Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak
menyerahkan daftar Panja atau Panitia Kerja perwakilan dari pemerintah untuk
melakukan pembahasan RUU ini.
Pada rapat pembahasan rapat kali ini Bab Pencegahan dan
Rehabilitasi dalam RUU ini telah disepakati bersama untuk disetujui. Kemudian,
daftar inventaris masalah tidak akan dibahas di dalam rapat ini, mengingat
hanya akan menimbulkan perdebatan-perdebatan dan selanjutnya akan diserahkan
untuk dibahas bersama oleh tim ahli bahasa Indonesia dengan legal drafter dari
DPR RI dan pemerintah. Termasuk pembahasan di dalam daftar inventaris masalah
yaitu: Judul, pasal-pasal dalam Asas, Maksud dan Tujuan, serta pada Bab
Pemidanaan. Pembahasan daftar inventaris masalah ini bertujuan agar tidak ada
lagi pelebaran makna maupun multitafsir. Pada Bab Pemidanaan juga akan
dilakukan pembahasan bersama dengan Komisi tiga DPR RI. Serta usulan memasukkan
unsur kesetaraan gender di dalam RUU ini juga akan dipertimbangkan kembali.
Rapat ini menghasilakan simpulan bahwa pasal-perpasal dalam daftar inventaris
masalah akan dibahas pada pertemuan sidang selanjutnya setelah masa reses di
bulan Agustus. DPR masih akan menerima saran dan usulan dari masyarakat,
lembaga, dan aktivis.
Rapat ditutup dengan pernyataan Endang Maria Astuti dari
fraksi Partai Golongan Karya yang memberikan pernyataan bahwa dia tidak ingin
perdebatan yang ada di dalam rapat ini seakan-akan laki-laki dan perempuan.
Serta mengingatkan kembali hati nurani bersama bahwa ada harkat dan martabat
manusia yang diinjak-injak, yaitu korban. Yang mana Undang-Undang ini nantinya
harus berpihak pada korban.