Notulensi
Diskusi Online (DISKO) Bersama Ellen Kusuma (SAFEnet)
“ketika ada
ancaman penyebaran konten intim, apa yang harus dilakukan?”
Q: Kalau
kita berbicara tentang penyebaran konten intim atau revenge porn, ini sudah sangat
mengkhawatirkan. Dengan kondisi pandemi Covid-19, bagaimana menurut Mbak
revenge porn berkembang sejauh ini?
A: Kalau kita berbicara tentang penyebaran konten
intim, tidak berarti semuanya termasuk revenge porn. Kita juga sempat bikin
penjelasan kenapa kita sebenarnya tidak setuju dengan term atau istilah “revenge
porn” ini. Kalau kita lihat dari istilahnya, revenge porn itu seakan-akan
adalah pornografi balas dendam. Padahal, ancaman penyebaran konten intim itu
tidak melulu karena korbannya memiliki suatu kesalahan yang membuat pelaku
ingin membalaskan dendamnya dengan cara tersebut. Kalau kita lihat dari modus
atau motifnya, tidak semuanya seperti itu. Bahkan terkadang korbannya tidak
tahu siapa pelakunya atau mungkin korbannya tidak salah sama sekali, tapi yang
sedang pelakunya exercise adalah kuasanya atas korban untuk menekan dan
mengancam korban di kemudian hari. Kalau revenge porn itu kesannya seperti
“karena korban melakukan kesalahan duluan, maka pelaku boleh membalas”
yaitu dengan menyebarkan konten intim tersebut. Makanya, SAFEnet prefer dengan
istilah penyebaran konten intim atau NCII (Non-Consensual Intimate Images), walaupun tidak semuanya berbentuk gambar, ada video juga. Penting
untuk memahami perbedaan istilah ini, karena kalau tidak berarti kita tidak
mewakili suara korban seutuhnya.
Q: Apa
itu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)?
A: Sederhananya, KBGO adalah kekerasan yang
terjadi atau terdampak besar karena identitas gender seseorang. Istilah online
itu maksudnya tidak hanya menyasar medium internet tapi apapun yang
difasilitasi oleh teknologi digital.
Q: Apa
dampak yang terjadi ketika KBGO menimpa perempuan?
A: Ada dampak secara ekonomi, mental, dan
struktural. Misalnya dampak ekonomi dalam konteks penyebaran konten intim ke
lingkungan kerja korban, korban bisa diberhentikan dari pekerjaannya dan
apabila lebih disebarluaskan lagi, korban terancam tidak bisa bekerja sama
sekali. Dampak strukturalnya ya rententan dari dampak lainnya, trauma, stigma,
dll.
Q: Seberapa
besar penyebaran konten intim ini terjadi pada perempuan dan laki-laki? Siapa
yang lebih rentan terkena dampaknya? Apakah SAFEnet punya datanya?
A: Perempuan lebih rentan menjadi korban
penyebaran konten intim, tapi bukan berarti ini tidak terjadi pada laki-laki
karena SAFEnet setidaknya punya satu data bahwa ini terjadi pada laki-laki.
Kalau untuk dampaknya, secara psikis mungkin sama, tapi secara ekonomi mungkin
berbeda. Menurut saya, dampak akan lebih besar menimpa perempuan, terutama dari
stigma masyarakat terhadap perempuan dalam budaya patriarki.
Q: Ketika
seseorang mengalami ancaman penyebaran konten intim, apa yang harus dilakukan?
A: Perlu
diperhatikan ketika menjadi korban kekerasan, baik di dunia nyata atau online,
jangan langsung menghapus bukti-bukti digital. Perlu adanya dokumentasi yaitu
dengan:
-
Screenshot
bukti-bukti yang ada
-
Simpan/catat
tautan atau URL atau link apabila konten intim tersebut disebar di media online
yang bisa di-browsing
-
Membuat
kronologis (5W + 1H)
Q: Kenapa
pencatatan URL atau link itu penting? Bukankah kalau dihapus oleh pelaku akan
tetap hilang?
A: Itu penting untuk menambah cara kepolisian
untuk verifikasi bukti dan validasi data.
Q: Pada
siapa kita harus melaporkan ketika kita menjadi korban penyebaran konten intim
(NCII) ini?
A: Sebelum
melaporkan, kita harus membuat prioritas:
1.
Apa yang kita
butuhkan?
Misal: Kita
butuh support, maka cari support dulu. Apa mau kita? Mau pelaku minta maaf, mau
pelaku agar berhenti, mau melaporkan pelaku, atau apa?
2.
Apa yang bisa
kita lakukan?
Misal: Kalau di
online, mengecek pengaturan privasi media sosial kita.
3.
Apa yang mau
kita lakukan?
Misal: Kalau
mau melaporkan pelaku, sebaiknya reach out ke pendamping hukum seperti LBH APIK,
Komnas Perempuan atau lembaga bantuan hukum lain yang mempunyai perspektif
gender yang baik, agar tidak mengalami reviktimisasi ketika meminta
pendampingan, setelah itu lakukan pelaporan ke kepolisian.
Q: Adakah
Standar Operasional Prosedur (SOP) atau kode etik untuk para pekerja di dunia
digital (online) apabila ada yang menyalahgunakan?
A: Kode
etik ada di masing-masing institusi, terutama soal bukti dan data digital.
Misalnya, di kepolisian, mereka sudah punya kode etik tentang kerahasiaan data
dan bukti. Apabila terjadi kebocoran, kita bisa meminta pertanggungjawaban
mereka. Kalau dari SAFEnet sendiri, kita sudah punya beberapa guideline atau
panduan dimana kita bisa tetap mendampingi korban tanpa kita perlu mendapatkan
informasi-informasi yang terlalu privat dari korban. Kalau korban merasa tidak
nyaman dalam memberikan bukti-bukti berupa foto/video ke kita, biasanya kita
minta diblur foto/video tersebut dan kita tidak menyimpan bukti/data korban
kecuali atas seizin korban (consent based).
Q: Apakah
pembatasan pertemanan di media sosial perlu dilakukan?
A: Jaga
Privasi dan Consent (Persetujuan) dalam lingkup digital. Kadar privasi setiap
orang berbeda. Kita bisa atur setting supaya privat. Tapi, perlu diketahui
bahwa seprivat-privatnya akun kamu, hal tersebut tetap menjadi sesuatu yang
publik. Ada fitur screenshot dan copy paste yang mempermudah penyebaran hal
yang sudah kita privat. Dalam mengukur privasi ada dua hal:
- Seaman apa kamu?
- Senyaman apa kamu?
Q: Ketika
melakukan Video Call Sex (VCS), pelaku melakukan screen recording? Apa yang
harus kita lakukan?
A: Consent.
Ingat risiko dan konsekuensi terhadap hal-hal yang kita lakukan dalam dunia
digital, termasuk VCS. Ketika kita mengunggah sesuatu ke dunia digital atau
media sosial untuk publik, kita tidak tahu siapa saja audiensnya. Maka, ketika
mengunggah sesuatu, penting untuk kita memperhatikan audiens mana yang kita
izinkan untuk melihat konten tersebut.
Q: Kalau
Whatsapp atau akun media sosial di hack, apa yang harus kita lakukan?
A: Jangan sign in di banyak tempat. Jangan lupa
sign out ketika mau pergi. Jangan pernah share password kamu. Cek
lagi keamanan digital kita dan kemanan privasi kita.
Q: Bagaimana
kalau pelaku tidak diketahui atau tidak dikenal?
A: Yang bisa kita lakukan adalah mencatat lalu
melakukan pelaporan ke kepolisian. Karena kepolisian yang berhak dan berkewajiban
untuk melakukan tindakan.
Q: Apa
yang dilakukan SAFEnet terhadap kasus-kasus seperti ini?
A: Kami memberikan saran tidak men take down konten
Q: Bagaimana
kalau pelaku mengancam akan menyebarkan konten intim korban apabila korban melapor
ke pihak berwenang?
A: Lakukan yang terbaik supaya aman. Jangan lupa dokumentasi dan
catat kronologi.
Q: Bagaimana
cara mencegah konten intim tersebar?
A: SAFEnet tidak mengatur apa yang boleh/tidak boleh diunggah.
Semua sudah ada di UU Pornografi dan UU ITE. Yang bisa kami sampaikan: lakukan
kegiatan digital dengan kondisi aman dan jaga data pribadi kamu untuk keamanan privasi.
Contoh: kalo VCS atau Konten jangan sampai muka kelihatan.
Q: Pasal2
apa yg biasa dipakai?
A: Pasal 27 UU ITE atau UU Anti Pornografi. Jangan lupa untuk minta
bantuan atau pendampingan LBH.