SIARAN PERS
Peringatan 16 Hari anti Kekerasan Terhadap Perempuan 2020 :
"Gerak Bersama Ciptakan Ruang Aman Di Masa
Pandemi"
Tahun 2020 peringatan 16 Hari anti
Kekerasan Terhadap Perempuan (HaKTP) diadakan di tengah situasi pandemi Covid-19.
Selama menerapkan kerja dari rumah (work
from home) terhitung sejak tanggal 16 Maret 2020 sampai November 2020, LBH
APIK Jakarta telah menerima 710 pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Pengaduan ini diterima LBH APIK Jakarta melalui hotline, media sosial, dan email.
Jumlah ini cukup tinggi mengingat pada tahun 2019, pengaduan dalam satu tahun
mencapai 794 sedangkan pada tahun 2020, hanya dalam waktu 9 bulan saja jumlah
pengaduan sudah mencapai angka 700an.
Dari 710 kasus, 5 kasus yang paling
besar dilaporkan adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yaitu 225
kasus, menyusul adalah Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)
196 kasus, kekerasan seksual 80 kasus, Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) 71 kasus,
Pidana Umum 41 kasus. Pengaduan kasus KDRT masih paling tinggi sama
seperti yang disampaikan dalam catahu 2019 LBH APIK Jakarta. Hal ini menjadi
bukti bahwa rumah belum menjadi tempat aman bagi perempuan, dalam masa pandemi
Covid-19 ini perempuan menjadi lebih rentan bukan saja rentan tertular virus tetapi
juga rentan menjadi korban kekerasan karena berbagai faktor seperti ekonomi,
psikologis, dan kesehatan. Ketika menjadi korban kekerasan, perempuan lebih
sulit keluar rumah untuk melaporkan kasusnya. Penerapan bekerja dari rumah
membuat pelaku dapat selalu memantau aktivitas korban. Dalam proses penanganan
kasus kekerasan, perempuan korban kerap menghadapi kendala mulai dari tingkat
pelaporan, penyidikan hingga proses pemeriksaan di pengadilan.
Beberapa korban kekerasan harus
mengambil keputusan keluar dari rumah untuk menghindari pelaku, sementara
situasi Covid membuat korban memiliki keterbatasan pilihan tempat tinggal.
Selama masa pandemi Covid-19 LBH APIK Jakarta telah menyediakan rumah aman
darurat untuk 35 orang perempuan dan anak dengan rincian 20 perempuan dan 17
anak baik laki-laki maupun perempuan. Permasalahan ini muncul karena dimasa pandemi
banyak rumah aman yang tutup, sementara itu untuk mengakses rumah aman milik
pemerintah harus melalui prosedur, terutama tes Covid-19 yang biayanya ditanggung
korban.
Pengadaan layanan rumah aman untuk
perempuan korban kekerasan tentu memerlukan dana dan upaya yang tidak sedikit.
Dalam memberikan layanan ini diperlukan “gerak bersama” seluruh pihak agar
korban mendapatkan tempat aman yang layak dalam proses penyelesaian kasusnya.
Untuk itu LBH APIK Jakarta melakukan donasi public. Tidak sedikit kelompok
masyarakat yang terlibat bahkan public
figure, influencer, dll. Salah
satunya adalah House of Grace melalui co-founder nya Flo Harto
juga turut serta menjadi bagian dalam menyediakan layanan rumah aman.
Flo Harto menyampaikan alasan House
of Grace memberikan bantuan untuk rumah aman LBH APIK Jakarta adalah pentingnya
untuk menyediakan tempat perlindungan aman untuk korban disaat kapanpun tanpa
melalui prosedur yang menyulitkan korban.
Menurut Flo,“Bantuan penyediaan
rumah aman sangat dibutuhkan oleh LBH Apik agar para penyintas LBH Apik dapat
berlindung dengan tenang selama proses pendampingan hukum mereka berjalan, dengan
adanya rumah aman, korban-korban lain yang belum percaya diri untuk meminta
pertolongan akan lebih yakin menolong diri mereka dan anak-anak mereka nantinya.”
Flo menambahkan,”Sebelum mereka
keluar dari lingkaran kekerasan, yang mereka pertimbangkan adalah di mana
mereka akan berlindung dan tinggal, bagaimana mereka akan membiayai diri mereka
dan anak-anak, Rumah Aman yang disediakan LBH Apik adalah langkah pertama dalam
memberikan support untuk korban dan calon korban.”
Ruang Aman ternyata tidak hanya
dibutuhkan dalam situasi offline,
dalam dunia digital-pun perempuan
juga rentan menjadi korban. Selama masa pandemi KBGO (Kekerasan Berbasis Gender
Online) menjadi kasus nomor dua tertinggi yang dilaporkan ke LBH APIK Jakarta.
Bentuk KBGO yang dilaporkan adalah pelecehan seksual secara online,
ancaman penyebaran konten intim dengan motif eksploitasi seksual hingga
pemerasan. Ini berarti perspektif tentang ruang aman tidak hanya dalam wilayah offline tetapi juga dibutuhkan dalam dunia digital.
Tunggal Pawestri aktivis perempuan
yang aktif menggunakan medsos untuk kerja-kerja kampanye isu perempuan
menyampaikan bahwa tingginya kasus KBGO harus membuat kita semua bekerja keras
menciptakan ruang aman di dunia digital, menurut Tunggal “Pemerintah dan
aparatnya harus lebih tanggap dalam menangani kasus KBGO, pelaku harus ditindak
tegas dan perempuan yang rentan jadi korban harus dilindungi. Bukan malah
dikriminalisasi jika berani melaporkan kasusnya. Platform digital pun harus
lebih akuntabel dan responsif melihat maraknya KBGO.”
Dalam kampanye 16 Hari anti
Kekerasan terhadap perempuan ini dukungan dari kelompok seni juga sangat
diubutuhkan. Tashoora sebagai perwakilan seniman mengatakan bahwa kampanye anti
kekerasan harus selalu dihadirkan dan dikawal, tidak hanya berhenti di produksi
karya namun juga mengawal proses advokasi kasus dan perubahan kebijakan yang
memiki perspektif kesetaraan dan keberpihakan terhadap korban.
Oleh karena itu, dalam peringatan 16
Hari anti Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 2020 ini, LBH APIK Jakarta mengajak
seluruh lapisan masyarakat melakukan “Gerak Bersama” menciptakan
ruang-ruang aman bagi kita semua untuk mencegah terjadinya kekerasan.
Kepada pemerintah, DPR RI, Aparat Penegak Hukum serta pihak yang memiliki wewenang untuk segera mewujudkan ruang aman, dengan kebijakan:
1. Terapkan kebijakan penanganan Covid 19 yang mempertimbangkan keadilan dan kesetaraan gender serta memperhatikan kelompok rentan.
2. Penerapan kebijakan Physical Distancing harus disertai dengan sosialisasi dan peningkatan kesadaran baik di media cetak maupun elektronik agar sampai ke setiap keluarga di Indonesia tentang pentingnya berbagi peran dalam rumah tangga dan pencegahan terjadinya kekerasan.
3. Penyediaan layanan Rumah Aman yang mudah dijangkau oleh korban kekerasan dan terpastikannya korban kekerasan mendapatkan layanan test covid 19 secara gratis.
4. Kami menolak dibahasnya RUU Ketahanan Keluarga karena RUU ini justru akan semakin mempertajam ketimpangan antara posisi perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga. Pada pasal 25 RUU Ketahanan Keluarga lebih banyak memberikan beban kepada istri sekaligus mengekalkan stereotipe peran gender sehingga perempuan menjadi lebih rentan mengalami kdrt. RUU ini jelas melanggar UU RI No 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita serta UU HAM.
5. Tingginya kasus KDRT baik pada masa Physical Distancing ini maupun sebelumnya, membuktikan bahwa struktur keluarga dengan relasi gender yang timpang tsb sudah harus direkonstruksi. UU Perkawinan saat ini masih membakukan peran gender perempuan dan laki-laki dalam pasal 31 dan 34. Ketentuan ini juga harus diamandemen, bukan justru direproduksi melalui RUU Ketahanan Keluarga yang tentunya akan semakin memperburuk situasi keluarga, terutama bagi perempuan dan anak.
6. Segera membahas dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
7. Segera merevisi UU ITE yang banyak memakan korban dan sering digunakan pelaku dalam upaya pembungkaman terhadap korban.
8. Menegakkan implementasi UU PKDRT, UU TPPO serta aturan dan kebijakan positif lainnya secara maksimal untuk kepentingan korban.
9. Memberlakukan Sistem Peradilan Pidana Terpadu untuk Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, termasuk layanan visum gratis dan rumah aman yang mudah diakses oleh korban.
Demikian
siaran pers dari kami,
Jakarta,
24 November 2020
Salam