Korban KDRT butuh Keadilan! Jangan Biarkan Kasus Dihentikan!



ALERTA! ALERTA!
Korban KDRT butuh Keadilan! Jangan Biarkan Kasus Dihentikan!

  1. Saat ini LBH APIK JAKARTA Jakarta sedang melakukan pengajuan Praperadilan di Pengadilan Jakarta Timur. Pengajuan Praperadilan ini dilakukan atas dasar terbitnya Penghentian Penyidikan SKN: S.Tap/02/S.7/I/2021/Res/ JT dan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: Sp.sidik/02/C.12/I/2021/Reskrim, teranggal 18 Januari 2021, yang diterbitkan oleh Polres Jakarta Timur.
  2. Penerbitan dua surat tersebut diketahui jelas berdampak terhadap rasa keadilan Perempuan Korban DP (52th) karena proses hukum HH selaku Tersangka dalam dugaan tindak pidana Kekerasan Fisik Dalam Rumah Tangga terhadap Korban akan dihentikan seketika sesaat setelah terbitnya surat Penghentian Penyidikan dan Surat Perintah Penghentian Penyidikan tersebut.
  3. Saat ini DP bersama LBH APIK Jakarta sedang berjuang untuk memastikan PN Jakarta Timur mengabulkan Permohonan Praperadilan agar Penghentian Penyidikan SKN: S.Tap/02/S.7/1/2021/Res.JT dan SP3 No: Sp.sidik/02/C.12/I/2021/Reskrim, tertanggal 18 Januari 2021 atas nama tersangka yakni HH atas Tindak Pidana KDRT adalah perbuatan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
  4. Didalam permohonan Praperadilan juga LBH APIK Jakarta meminta kepada PN Jakarta Timur untuk memerintahkan kepada Polres Jakarta Timur untuk mencabut kedua surat tersebut diatas, serta menerbitkan surat perintah penyidikan lanjutan dan Polres Jakarta Timur segera melimpahkan perkara pelaku KDRT yakni tersangka HHuntuk segera diproses dan dilimpahkan ke Kejaksaan Jakarta Timur sebagai bentuk rasa keadilan terhadap korban.
  5. Sebagai Informasi, bahwa perjuangan keadilan bagi Korban DP, sudah berlangsung cukup lama. Tercatat pada tanggal 26 Agustus 2017 antara Ibu DP dan anaknya DP yang berumur 13 Tahun mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) fisik berkelanjutan yang dilakukan oleh HH(Pelaku).
  6. Kemudian Para Korban (Ibu DP dan Korban DP) melaporkan perbuatan pelaku ke Kepolisian Sektor Pulo Gadung (Polsek Pulo Gadung). Atas laporan tersebut Polsek Pulo Gadung telah membuat surat rujukan untuk melakukan visum di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan (RSUP Persahabatan).
  7. Setelahnya Para Korban pergi ke RSUP untuk melakukan pemeriksaan dari tanggal 26-27 Agustus 2017. Hasil pemeriksaan visum tersebut yakni Para Korban mengalami luka di bagian kepala akibat benda tumpul. Para Korban yang mengalami kesakitan di jemput oleh Sdr. CHS dan SS di RSUP Persahabatan untuk kemudian di rawat di rumah mereka. Akibat dari KDRT tersebut Korban tidak bisa bersekolah selama 4 hari karena mengalami demam dan rahangnya sakit.
  8. Kemudian KDRT yang dilakukan oleh Pelaku tidak hanya disitu, pada 8 November 2017, korban mengalami KDRT fisik kembali. Setelah itu Korban berniat untuk melaporkan ke Polsek Pulo Gadung tetapi Korban tidak bertemu dengan Penyelidik ataupun Penyidik yang bertugas saat itu.
  9. Kemudian 9 November 2017 Korban kembali ke Polsek Pulo Gadung untuk membuat laporan dan diberikan surat rujukan untuk visum di RSUP Persahabatan. Setelah visum, Korban dari RSUP Persahabatan kembali ke Polsek Pulo Gadung dan diterbitkan Laporan Polisi No. LP/949/K/XI/2017/Spg. Hasil dari visum tersebut berdasarkan penyampaian penyidik hasilnya nihil. Atas terbitnya visum tersebut, korban merasa ada kejanggalan karena saat melakukan pelaporan ada bekas luka yang dilakukan Pelaku dan bahkan sempat di Foto oleh salah satu penyidik pada saat itu di Polsek Pulo Gadung.
  10. Ada ketidakseriusan dari Pihak Kepolisian meskipun Pelaku sudah ditetapkan sebagai Tersangka, namun pelaku tak kunjung juga ditahan, bahkan pelaku melarikan diri dari Februari 2018 sebagaimana yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke 5 No. B/57/IV/2018/Spg, tanggal 10 April 2018.
  11. Pada Mei 2018, pelaku Kembali kerumah dan memaksa mengambil uang korban. kemudian korban melaporkan kepada Penyidik namun tidak melakukan penangkapan dan penahanan kepada Pelaku. Pada 21 November 2018, Korban dan anak Korban mengalami KDRT Kembali yaitu: dipukul, ditendang, dicekik dan lain sebagainya;
  12. Atas ketidakseriusan dan ketidakmampuan Polsek Pulo Gadung menangani kasus korban pada 23 Agustus 2019, laporan Korban dilimpahkan oleh Kepolisian Sektor Pulo Gadung ke Kepolisian Resort Metro Jakarta Timur (Polres Jaktim) sesuai surat pelimpahan No. B/906/VIII/2019.
  13. Kemudian pada 3 Februari 2020, terbit SP2HP Nomor: B/640/II/2020/Reskrim Polres Jakarta Timur menyampaikan bahwa berkas perkara telah dikirim ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Timur;
  14. Pada 6 April 2020, terbit SP2HP Nomor: B/883/IV/2020/Reskrim Polres Jakarta Timur yang menyampaikan adanya petunjuk Jaksa untuk dilengkapi yakni untuk dilakukan konfrontasi antara Korban/Korban dan Pelaku/Tersangka. Namun tidak terlaksana karena Korban tidak mau dipertemukan dengan Pelaku karena Penyidik tidak memberikan surat panggilan tertulis;
  15. Kejaksaan meminta surat keterangan psikologis korban, tetapi pihak kepolisian tidak pernah melampirkan keterangan psikologis tersebut.
  16. Pada 10 September 2019, Penyidik mengundang kembali Korban untuk hadir dalam konfrontasi. Korban akhirnya hadir meskipun dalam kondisi gemetar dan trauma saat bertemu dengan Pelaku;
  17. Kemudian Polres Jaktim mengirim kembali berkas perkara No. B/6727/IX/RES 1.24/ 2020/RES JT atas nama Pelaku/Tersangka tanggal 30 September 2020. Tetapi JPU menerbitkan Pengembalian berkas No. B/ 2144/0.1.13.3/Euh.1/11/2020, tanggal 18 November 2020 atas nama Pelaku ke Polres Jaktim.
  18. Pada 18 Januari 2021, Polres Jaktim menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Surat Ketetapan penghentian Penyidikan atas nama Pelaku terkait dugaan tindak pidana KDRT fisik berulang yang dilakukan kepada Para Korban. Alasan Penyidik menghentikan penyidikan karena tidak ada saksi yang melihat dan tidak ditemukan luka-luka pada korban/nihil pada hasil visum et repertum RSUP Persahabatan No. 523/IKFPJ/RSP/VER/XI/2017 tanggal 9 November 2017.
  19. Bahwa dalam kasus ini korban telah menghadirkan saksi di kepolisian untuk menguatkan keterangan korban atas KDRT yang dia alami, “Padahal dalam pasal 55 UU PKDRT disebutkan bahwa Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.”
  20. Maka dari itu korban melaporkan Penyidik Polres Jakarta Timur ke Propam Polda Metrojaya dan meminta dukungan kepada Komnas Perempuan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
  21. Bahwa LBH APIK Jakarta menyadari jalan terjal untuk Perempuan Korban mendapatkan keadilan tidaklah mudah, butuh dukungan dari semua pihak untuk bersatu mengawal proses panjang ini agar keadilan dapat berpihak kepada Korban. Praperadilan ini tak lebih dari segala upaya yang telah dilakukan oleh LBH APIK Jakarta sebagai bentuk komitmen bahwa keadilan korban merupakan hukum tertinggi yang harus diprioritaskan.
  22. Kita memahami persoalan penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) seperti fenomena gunung es, ia tidak saja terlihat di permukaan tetapi di bawah permukaan pun menjadi persoalan serius. Kekerasan tidak hanya dilakukan oleh aktor pelaku saja tetapi juga dapat difasilitasi oleh Negara dan bahkan dilakukan atas nama penegak hukum baik di dalam subtansi hukum, struktur hukum maupun budaya hukum.
  23. LBH APIK JAKARTA Jakarta mengingatkan, bahwa Proses Praperadilan ini jelas menjadi tamparan bagi Pemerintah saat memberikan usulan Restorative Justice dalam konteks penanganan terhadap kasus yang melibatkan Perempuan korban. Betapa berbahaya konsep Restorative Justice jika diterapkan terhadap kasus KDRT, jelas mencederai rasa keadilan dan berdampak terhadap korban.
  24. LBH APIK JAKARTA menyadari tidak semua aparat kepolisian atau penegak hukum lainya memiliki perspektif terhadap Perempuan korban. Maka dengan segala keterbatasan perangkat hukum yang ada, LBH APIK JAKARTA memilih Praperadilan sebagai langkah akhir setelah proses koordinasi antara Penegak Hukum yang sudah ditemui tidak berpihak kepada Perempuan Korban.
  25. Maka dari itu, LBH APIK JAKARTA mengajak seluruh pihak untuk terlibat aktif menyuarakan suara korban sekaligus melakukan langkah taktis agar Permohonan Praperadilan ini dikabulkan oleh PN Jakarta Timur. sehingga Hakim PN Jakarta Timur memerintahkan kepada Polres Jakarta Timur untuk menerbitkan surat perintah penyidikan lanjutan sebagai bentuk rasa keadilan terhadap Perempuan korban.


Salam,

LBH APIK JAKARTA


Wujudkan Keadilan bagi Perempuan Korban!






Subscribe Text

Untuk selalu terhubung dengan kami