[SIARAN PERS] CATATAN AKHIR TAHUN LBH APIK JAKARTA 2021

 



SIARAN PERS

SITUASI PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN

BERBASIS GENDER DAN SEKSUAL TAHUN 2021 MENINGKAT, NEGARA WAJIB MEMBERIKAN RUANG AMAN.

CATATAN AKHIR TAHUN LBH APIK JAKARTA 2021

 

Jakarta, 10 Desember 2021

Berdasarkan catatan akhir tahun (Catahu) LBH Apik Jakarta, bahwa sepanjang tahun 2021 terdapat 1.321 aduan yang masuk ke LBH Apik Jakarta. Angka tersebut meningkat drastis jika dibandingkan tahun 2020 yaitu sebanyak 1.178 kasus. Tercatat dari total pengaduan yang masuk, kekerasan berbasis gender online (KBGO) menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan yakni sebanyak 489 kasus, disusul kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 374 kasus, tindak pidana umum 81 kasus, Kekerasan dalam pacaran 73 kasus, dan kekerasan seksual dewasa 66 kasus.

Selama 5 tahun terakhir LBH APIK Jakarta melakukan pendampingan, KDRT menjadi kasus paling tinggi diadukan, namun situasi tersebut berbeda pada tahun 2021, bahwa kasus KBGO menjadi posisi tertinggi menggeser posisi KDRT. Hal ini dipengaruhi adanya kondisi pandemi Covid-19, dimana ruang lingkup interaksi semakin terbatas, budaya patriarki bergerak meluas melalui kanal interaksi virtual/online dan disaat yang sama sistem perlindungan dan keamanan bagi perempuan tidak berpihak kepadanya. Situasi ini memberi dampak negatif serius pada korban seperti reviktimisasi, kriminalisasi, kekerasan, intimidasi, dan bentuk kekerasan lainnya.

Selain itu, berdasarkan hasil refleksi penanganan kasus LBH APIK Jakarta, situasi dan kondisi penanganan kasus pada tahun 2021 masih belum berpihak kepada perempuan korban kekerasan, setidaknya tercatat ada sejumlah hambatan dalam melakukan pendampingan, penanganan dan upaya akses keadilan, yaitu: kebijakan belum berpihak kepada korban, kuatnya budaya patriarki tidak hanya didunia nyata tetapi meluas ke dunia maya, lemahnya  perspektif  bagi aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim dan advokat sehingga menyebabkan banyaknya kriminalisasi terhadap perempuan korban.

Disamping itu keberadaan sistem hukum belum menempatkan perempuan korban menjadi subyek hukum yang harus dilindungi sehingga kelompok perempuan sangat rentan menjadi korban. Karenanya keberadaan Rancangan Undang–Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) menjadi hal penting untuk memberikan ruang aman bagi perempuan dan kelompok rentan, disamping melakukan revisi atau mendorong kebijakan lain yang mengakomodir kepentingan perempuan korban, menjamin adanya akses keadilan bagi perempuan, sehingga hak-hak perempuan menjadi terjamin dan terlindungi oleh negara.

 

 

 

Untuk itu LBH APIK Jakarta mendorong dan merekomendasikan kepada:

1)      Pemerintah Pusat:

a.     membuat kebijakan yang berpihak kepada perempuan korban kekerasan dengan tetap mempertahankan prinsip pencegahan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan berbasis gender dan seksual melalui pengesahan RUU PKS.

b.     memastikan terlaksananya pengarusutamaan gender dalam setiap Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria di semua kementerian/lembaga.

c.     Melakukan revisi UU ITE yang banyak memakan korban dan sering digunakan pelaku dalam upaya pembungkaman terhadap korban.

d.     mendorong revisi  KUHP dan KUHAP dengan mengintegrasikan Sistem Peradilan Pidana Terpadu untuk Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan.

2)     DPR RI segera melakukan pengesahan RUU PK-S atau RUU TPKS dengan tetap memperhatikan terwujudnya prinsip pencegahan, keadilan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual, memastikan substansi RUU yang mengakomodir kebutuhan dan kepentingan korban kekerasan seksual, berfokus pada rumusan norma hukum untuk pelindungan dan pemulihan korban, dan menolak rumusan norma hukum yang mengkriminalisasi perempuan korban.

3)     DPR RI segera melakukan pembahasan dan Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan memastikan PRT mendapatkan hak-hanya sebagai pekerja dan tidak menjadi korban kekerasan.

4)     Mahkamah Agung memastikan kepada peradilan umum, peradilan Militer, Peradilan Agama dan peradilan Tata Usaha Negara untuk mengimplementasikan Perma No 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.

5)     Kejaksaan Agung memastikan sosialisasi, internalisasi dan pelaksanaan Peraturan Kejaksaan No. 1 tahun 2021 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana di seluruh tingkatan kejaksaan.

6)     Kepolisian RI membuat kebijakan pelaporan penyelidikan dan penyidikan yang berpihak kepada perempuan korban  meskipun telah diatur dalam Peraturan POLRI No. 8 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, namun kebijakan yang ada saat ini belum sepenuhnya berpihak kepada korban.

7)     Pemerintah dan Aparat penegak hukum menegakan implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang , Undang -Undang  No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta aturan kebijakan positif lainya secara maksimal untuk kepentingan perempuan korban.

8)     Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk menyusun dan membahas Perda terkait Bantuan Hukum demi kepentingan perempuan korban dan kelompok rentan lainnya.

***LBH APIK Jakarta 2021***

 

Untuk informasi lebih lanjut silahkan:

Kontak Person:  Humas LBH APIK Jakarta: 0812-8759-4849

Selengkapnya download file di https://bit.ly/Catahu2021-LBHApikJakarta

File PDF CATAHU 2021 LBH APIK Jakarta: 

https://bit.ly/CATAHU2021-LBHApikJakarta 

[INFOGRAFIS] CATAHU 2021 LBH APIK Jakarta: 

https://bit.ly/Infografis-CATAHU2021

_________________________________________

Subscribe Text

Untuk selalu terhubung dengan kami