[Kertas Kebijakan] Urgensi Pengaturan Tindak Pidana Kekerasan Seksual Berbasis Online dan Perlindungan Korban dalam RUU TPKS



 Kertas Kebijakan Urgensi Pengaturan Tindak Pidana Kekerasan Seksual Berbasis Online dan Perlindungan Korban dalam RUU TPKS: Catatan Pendampingan YLBH APIK Jakarta

Tahun 2021 menjadi tahun tantangan serius bagi LBH APIK Jakarta, dimana angka kekerasan terhadap perempuan meningkat tajam. Tantangan tersebut berkaitan dengan pola pendampingan kasus di tengah situasi Covid-19 mewabah di Indonesia. Berdasarkan Catatan Tahunan YLBH APIK Jakarta tahun 2021, setidaknya ada 1.321 kasus aduan yang masuk ke YLBH APIK Jakarta. Angka tersebut meningkat drastis jika dibandingkan tahun 2020 sebanyak 1.178 kasus. Tercatat dari total pengaduan yang masuk pada tahun 2021, kasus kekerasan seksual berbasis gender online (KBGO) menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan yakni sebanyak 489 kasus, disusul kasus KDRT sebanyak 374, tindak pidana umum 81 kasus, kasus kekerasan dalam pacaran 73 kasus, kasus kekerasan seksual dewasa 66 kasus. 

Catatan tersebut memperlihatkan dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir pendampingan YLBH APIK Jakarta, biasanya KDRT menjadi kasus yang paling tertinggi diadukan. Namun tahun 2021 kasus KBGO menempati posisi tertinggi menggeser posisi KDRT. Hal ini melegitimasi pola kekerasan terhadap perempuan mudah terfasilitasi dan beralih wujud menjadi kekerasan secara virtual/online. Dan dampaknya terhadap korban sangat serius, mengingat kecepatan transmisi dan distribusi dokumen elektronik (video, suara dan teks) sangat cepat dan tak terkendali membuat korban mengalami trauma secara berkepanjangan yang berdampak secara fisik, psikis, ekonomi, politik dan social. 

Berdasarkan hasil refleksi penanganan kasus YLBH APIK Jakarta, situasi dan kondisi penanganan kasus pada tahun 2021 masih belum berpihak kepada korban. 

Setidaknya tercatat ada sejumlah hambatan dalam melakukan pendampingan, penanganan dan upaya perluasan akses keadilan bagi korban: pertama lemahnya kebijakan yang belum berpihak kepada korban, kedua kuatnya budaya patriarki tidak hanya didunia nyata tetapi meluas ke dunia maya/online, ketiga lemahnya perspektif aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim dan advokat membuat korban rentan reviktimisasi dan kriminalisasi. Keempat minimnya upaya pemulihan korban dari negara membuat korban sulit dan berdaya terhadap situasinya. Situasi ini juga diperkuat adanya budaya masyarakat yang masih lemah dalam memberikan dukungan terhadap perempuan korban. 

Melihat kegentingan potret buramnya penanganan dan perlindungan perempuan korban kekerasan seksual di ranah virtual/online, YLBH APIK Jakarta memotret catatan tersebut melalui Policy Brief tentang penanganan dan pendampingan korban kekerasan seksual berbasis online dari tahun 2017-2021. Kertas Kebijakan ini setidaknya dibuat sebagai bahan masukan kepada Pemerintah dan DPR untuk melihat pentingnya pengaturan tentang penanganan, perlindungan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual melalui legislasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. 

Akhir kata dengan terselesaikannya kertas kebijakan ini, YLBH APIK Jakarta mengucapkan terimakasih setinggi-tingginya kepada Mas Fatkhurozi dan Ibu Sri Wiyanti Eddyono selaku tim penulis, tim penyusun data dan seluruh tim YLBH APIK Jakarta yang ikut terlibat dalam proses penyusunan rekam kertas kebijakan ini. Mudah-mudahan kertas kebijakan ini menjadi bahan pertimbangan pemerintah dan DPR untuk melakukan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.


Jakarta, 10 Desember 2021 


Siti Mazumah 

Direktur LBH APIK Jakarta

___________________________

Download dokumen [Kertas Kebijakan] Urgensi Pengaturan Tindak Pidana Kekerasan Seksual Berbasis Online dan Perlindungan Korban dalam RUU TPKS melalui link berikut:

https://bit.ly/RUU-TPKS-lbhapikjkt

Subscribe Text

Untuk selalu terhubung dengan kami