Pemda DKI Jakarta Undang Jaringan Bankum dalam Penyusunan Naskah Akademik Perda Bantuan Hukum

 

(06/10/22) - Pemda DKI Jakarta melalui biro hukum menyusun Naskah akademik Perda Bantuan Hukum di DKI Jakarta bertempat di Blok G, Gedung Balai Kota DKI Jakarta (6/10). Inisiatif ini telah lama ditunggu oleh masyarakat sipil, kegiatan ini setidaknya merespon kegelisahan situasi bantuan hukum yang selama ini belum maksimal. Dalam pembukaan diskusi terbatas, Fadjar dari Biro Hukum menyampaikan bahwa latar belakang diadakannya diskusi ini adalah pemda DKI akan mengusulkan pembahasan perda bantuan hukum didasari adanya hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan persamaan hukum. Lanjutnya, bahwa selama ini memang pemda DKI Jakarta belum memiliki perda bantuan hukum sebagai payung hukum bagi masyarkat yang mengalami masalah hukum di DKI Jakarta, untuk itu melalui forum ini penyusunan NA perda bantuan hukum dapat memberikan akses keadilan bagi warga yang sedang membutuhkan bantuan hukum, tegasnya.

Dalam pertemuan ini biro hukum mempersilahkan kepada tim Penyusun memaparkan hasil pertemuan sebelumnya mengenai kerangka NA perda bantuan hukum yang telah disusun. Dalam paparan tim Penyusun yang diwakili oleh Solihin selaku ketua tim penyusun NA, menyampaikan bahwa landasan Filosofis pengaturan NA Perda Bankum yakni: Setiap warga negara memiliki hak akses terhadap keadilan tanpa diskriminasi, Negara merupakan pengemban tugas penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak tersebut serta Indonesia menganut prinsip otonomi daerah, dimana urusan pemerintahan dibagi antara Pemerintah dan pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Adapun landasan Sosiologisnya adalah:  Pada 2019 terdapat 1.496 pengaduan ke LBH Jakarta, 121 kasus diantaranya sudah ditindaklanjut dan Kasus melingkupi kasus perburuhan; kasus perkotaan dan masyarakat urban; dan kasus perempuan dan anak. Adapun landasan pertimbangan Yuridis NA ini yakni terdapat dalam Pasal 19 ayat (2) UU Bantuan Hukum membuka ruang untuk Pemerintah Daerah mengalokasikan keuangan daerah untuk bantuan hukum.

Tim penyusun juga menyampaikan dalam paparannya, Kementerian Hukum dan HAM sudah mengeluarkan panduan bagi daerah yang hendak mengalokasikan keuangan daerah untuk bantuan hukum dan adanya alokasi keuangan daerah untuk Bantuan Hukum tidak bertentangan dengan Permendagri 70/2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Tim penyusun juga menegaskan bahwa pengaturan ruang lingkup perda bantuan hukum DKI Jakarta meliputi, asas-asas, tujuan penyelenggaraan bantuan hukum di wilayah Provinsi DKI Jakarta, penyelenggaraan bantuan hukum, tata cara pemberian bantuan hukum, penyaluran dana bantuan hukum, panitia bantuan hukum dan skema pendanaan.

Setelah sesi paparan dari Tim Penyusun, kemudian Jaringan Bankum yang diwakili Muhamad Daerobi dari LBH APIK Jakarta memaparkan urgensi pentingnya bantuan hukum di DKI Jakarta. Beberapa alasan yang disampaikan bahwa kegiatan layanan bantuan hukum yang sudah ada masih belum maksimal khususnya di DKI Jakarta karena cakupan subjek penerima bantuan hukum yang masih terbatas kategori miskin, tidak pada kelompok rentan lainnya. Kedua belum adanya jaminan, pengakuan dan perlindungan bagi kelompok rentan maupun minoritas dan marginal, mengingat kompleksitas masalah hukum dan ragamnya masyarakat DKI Jakarta untuk memperluas akses keadilan sesuai prinsip inklusif dan hak asasi manusia, adanya subordinasi hak bantuan hukum, yaitu bankum lebih diprioritaskan bagi tersangka/terdakwa dibandingkan bankum untuk saksi/korban. Hal  itu berdampak pada proses verifikasi dan akreditasi bagi OBH yang menangani korban dinilai lebih rendah, seperti LBH APIK Jakarta. Cakupan layanan bantuan hukum yang terbatas, seperti mekanisme hak pelayanan publik, praperadilan, dll.

Daerobi juga menyampaikan minimnya kebijakan afirmasi dan kurangnya peningkatan kualitas dan kuantitas layanan OBH, mekanisme layanan formal maupun informal sulit diakses dan terkesan diskriminatif, terbatasnya anggaran bantuan hukum dari pemerintah pusat, DKI Jakarta hingga saat ini belum memiliki Perda Bantuan Hukum, namun hanya ada perda tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, untuk kelompok rentan yang lainnya masih belum menjawab perluasan akses keadilan. Menurutnya juga, “jumlah OBH-OBH terverifikasi dan terakreditasi tersebut tentunya tidak sebanding dengan jumlah masyarakat masyarakat miskin di DKI Jakarta. Berdasarkan catatan BPS DKI Jakarta, jumlah penduduk miskin di Jakarta mencapai 501.920 orang per Maret 2021. Angka itu bertambah 5.100 orang dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2020, yakni 496.840 orang”, tegas Daerobi.

Dalam sesi akhir diskusi, Biro Hukum DKI menyampaikan Pemda DKI Jakarta berencana menargetkan perda bantuan hukum dimasukan ke Propemperda DKI Jakarta pada tahun ini agar dapatdibahas pada tahun 2023. “Untuk itu kami berharap, jaringan bantuan hukum baik yang terakreditasi maupun tidak, bisa saling mendukung dalam memberikan masukan Naskah Akademik Perda Bantuan hukum DKI Jakarta”, ucap Fadjar selaku Kabid Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum DKI Jakarta. ***RB/DN

Subscribe Text

Untuk selalu terhubung dengan kami