Orang Muda Bicara Tentang Kerja Layak untuk Pekerja Rumah Tangga (PRT)

 Peringatan Hari Kerja Layak Sedunia

Jakarta, 7 Oktober 2022

Setiap tanggal 7 Oktober, kita memperingati Hari Kerja Layak Sedunia. Peringatan Hari Kerja Layak Sedunia ini ditujukan untuk menyatukan para pekerja di seluruh dunia agar berani menyuarakan aspirasi serta menentang kebijakan ketenagakerjaan yang hingga saat ini masih menguntungkan bagipemilik modal jika dibandingkan hak dan kebutuhan para pekerja. Melalui peringatan Hari Kerja Layak Sedunia, Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO mendorong semua individu untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif secara bebas, adil, aman, non diskriminasi dan bermanfaat.

            Pekerjaan yang layak harus memenuhi tiga syarat: 1) tersedia tanpa terkecuali bagi semua orang usia produktif, termasuk setiap individu yang memiliki keterbatasan fisik, serta tanpa hambatan jenis kelamin dan gender; 2) terlindungi secara sosial tanpa terkecuali, termasuk setiap individu yang terlibat dalam kegiatan ekonomi informal; dan 3) aspirasi seluruh pekerja dapat tersalurkan melalui dialog sosial yang berharkat secara kemanusiaan.

Namun dalam perjalanannya apakah setiap individu sudah mendapatkan pekerjaan yang layak? Berdasarkan catatan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) bahwa sejak 2012 hingga Desember 2021, rata-rata dalam setahun sekitar 400 pekerja rumah tangga (PRT) mengalami berbagai jenis kekerasan dari fisik, psikis, ekonomi, seksual, hingga menjadi korban perdagangan manusia. RY bukan nama sebenarnya, seorang PRT dari JALA PRT dengan penuh keberanian menceritakan pengalaman yang ia dan teman-temannya alami sebagai seorang PRT:

 

“Upah tidak dibayar dari 1 bulan hingga 9 tahun, upah dipotong, tidak diizinkan berkomunikasi dan bersosialisasi meskipun di luar jam kerja. Disekap. Pemberi kerja menggunakan kaki mendorong kepala PRT. Menjadi tempat pelampiasan amarah pemberi kerja. Tidak diperbolehkan beribadah. Disiksa, dipukul dengan tangan, dengan benda tumpul atau tajam. Dipaksa memakan kotoran manusia. Diberi makanan basi. Diberi makan satu kali sehari. Disekap di ranjang anjing. Dirantai…”

 

Perlakuan-perlakuan tidak manusiawi yang diterima oleh para PRT ini bukan yang kita sebut pekerjaan yang layak. PRT dipandang sebagai pekerjaan yang tidak berisiko karena hanya bekerja di ranah privat sehingga luput dari jaminan sosial, terutama kesehatan. Upah hasil kerja kerasnya setiap hari sering dipotong bahkan tidak dibayar, namun PRT sulit untuk klaim karena tidak diakui sebagai pekerja. PRT dilarang berkata “lelah” atau berkata “tidak”. PRT dituntut untuk mampu mengerjakan apapun dan kapanpun untuk siapapun.

            Indonesia adalah salah satu negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mendukung pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau SDGs. Poin 8 dari TPB adalah Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi. Pada kenyataannya, parlemen maupun pemerintah masih tidak serius membahas Rancangan Undang-undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). RUU PPRT yang, selama 18 tahun, masih ‘duduk manis’ menunjukkan pengutamaan kepentingan pribadi dan kelas sosial dibandingkan hak asasi manusia para PRT.

            Bahwa PRT adalah sokoguru perekonomian Indonesia. Perannya sangat penting, meski tidak terlihat dan kerap tidak diperhitungkan namun keberadannya sangat esensial dalam membangun perekonomian bangsa dan negara. Maka melalui RUU PPRT, PRT dapat memperoleh hak-haknya sebagai seorang pekerja yang dilindungi oleh hukum. Meski bekerja dalam ranah privat, namun memiliki beban yang sama beratnya dengan pekerjaan di sector public lainnya. Risiko pekerjaan yang dihadapi oleh PRT juga sama tingginya dengan pekerjaan di luar rumah. Oleh karena itu, LBH APIK Jakarta bersama sejumlah organisasi mendorong dan mendesak:

1. DPR RI untuk membahas sekaligus mengesahkan RUU PPRT yang sudah 18 tahun mandek di Indonesia;

2. Pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Pekerjaan yang Layak bagi PRT dan meratifikasi Konvensi ILO No. 190 tentang Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja sebagai jaminan perlindungan dalam memberikan rasa aman bagi pekerja informal seperti PRT;

3. Mengajak masyarakat secara luas untuk terus menyebarluaskan kerja layak bagi PRT dan hak-hak PRT lainnya kepada publik dan medianya;

 

Reportase ditulis oleh Theresia Emaginta

Mahasiswa Kajian Gender, Universitas Indonesia

Subscribe Text

Untuk selalu terhubung dengan kami