Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat Pemerintahan dan ibu kota negara memiliki daya tarik tersendiri bagi banyak orang untuk datang dan ikut terlibat di bidang ekonomi, sosial, politik, dan lain-lain. Mereka datang dari beragam latar belakang ras, etnis, suku, agama, bangsa, dan ekonomi. Akibat kehadiran orang-orang dari berbagai latar belakang tersebut, masing-masing juga membawa serta sistem kemasyarakatannya dan menjadikan DKI Jakarta sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki struktur sosial yang bersifat plural dan heterogen. Heterogenitas penduduk Jakarta membawa dampak positif dan negatif. Salah satu dampak positifnya adalah pembangunan dan kegiatan di sektor perekonomian, sosial, hukum dan lainnya berkembang secara cepat dan dinamis. Namun hal tersebut secara konkuren menimbulkan potensi dan risiko kerawanan sosial dan hukum di Jakarta.
Kemudian peningkatan jumlah perkara/permasalahan hukum yang ada tak serta merta diiringi dengan adanya layanan akses terhadap keadilan yang mumpuni, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Kebanyakan layanan akses keadilan dalam hal ini jasa pendampingan hukum- hanya dapat diakses oleh kelompok masyarakat/ekonomi menengah yang tidak masuk kategori kelompok miskin dan rentan. Warga miskin serta kelompok rentan tak serta merta dapat membela dirinya saat berhadapan dengan proses hukum mengingat tidak memiliki uang yang cukup dan juga masih terbatasnya jumlah OBH (Organisasi Bantuan Hukum) yang ada. Karenanya, Jaringan Bantuan Hukum DKI Jakarta mendorong Pemerintah dan DPRD DKI Jakarta untuk membuat Perda DKI Jakarta Tentang Bantuan Hukum melihat alasan sosiologis, yuridis maupun filosofis sebagaimana yang termuat dalam argumentasi terkait urgensi Perda Penyelenggaraan Bantuan Hukum di DKI Jakarta.
Baca Policy-Brief Ranperda Bantuan Hukum DKI Jakarta di sini