Objektifikasi terhadap Perempuan Pekerja Rumah Tangga dalam Sinetron Indonesia

 


Teknologi yang berkembang pesat membawa banyak perubahan bagi kehidupan manusia di berbagai aspek, salah satunya adalah media yang menjadi tempat bagi masyarakat untuk mencari hiburan. Hiburan yang terdapat di media dapat datang dari film, musik, video musik, dll. Film menjadi salah satu hiburan di media yang digemari oleh banyak orang di Indonesia, khususnya dalam bentuk sinetron yang ditayangkan di televisi maupun media sosial YouTube.

            Sinetron yang banyak disenangi oleh masyarakat Indonesia tidak selalu memberi dampak positif, namun juga dapat memberikan dampak negatif. Terlebih kepada mereka yang merupakan kelompok marjinal, seperti perempuan pekerja rumah tangga yang kerap digambarkan dengan citra yang salah dan tidak nyata mengenai penampilan fisik, citra tubuh, standar perilaku, dan kecantikan mereka hanya karena mereka perempuan.

Gambaran yang diberikan oleh sinetron untuk perempuan pekerja rumah tangga adalah perempuan yang penampilan fisiknya cantik hingga menjadikan mereka sebagai komoditas bagi dunia perfilm-an. Perempuan pekerja rumah tangga yang diobjektifikasi dalam sinetron Indonesia dapat dilihat dari judul dan isi ceritanya. Banyak sinetron Indonesia yang menggambarkan perempuan pekerja rumah tangga sebagai perempuan pekerja yang mencuri suami orang lain karena kegenitannya atau kecantikannya.

Gambar 1.1 FTV Cintaku Sama Pembantu Cantik

Sumber: YouTube - GTV Entertainment, 2020a

            Sinetron di atas merupakan salah satu contoh sinetron di Indonesia yang menggambarkan objektifikasi terhadap perempuan pekerja rumah tangga (PRT). Tokoh perempuan PRT yang bernama Laras, digambarkan sebagai perempuan cantik yang sering mengundang banyak atensi dari laki-laki. Dalam sinetron tersebut, dimanapun tokoh perempuan PRT bekerja, ia selalu mendapatkan perhatian dari banyak laki-laki di tempat kerjanya. Hal tersebut kemudian membawa Laras untuk selalu dipecat oleh majikan perempuannya karena dianggap menggoda atau membuat laki-laki/suami di tempat kerjanya tidak fokus.

Gambar 1.2 FTV Cintaku Sama Pembantu Cantik

Sumber: YouTube - GTV Entertainment, 2020b

Meskipun telah bergonta-ganti tempat kerja dan memiliki majikan yang berbeda, tokoh Laras dalam sinetron Cintaku Sama Pembantu Cantik selalu berhasil untuk membuat majikan laki-laki senang akan kecantikannya. Hal ini ditunjukkan dalam potongan adegan di mana majikan perempuan Laras sedang memarahi suami dan anak laki-lakinya yang sedang memerhatikan Laras menyiram tanaman.

Gambar 1.3 FTV Cintaku Sama Pembantu Cantik

Sumber: YouTube - GTV Entertainment, 2020c

Adegan-adegan yang ditampilkan oleh sinetron menormalkan tindakan kekerasan terhadap perempuan PRT dengan terus-menerus menampilkan mereka sebagai objek kesenangan. Perempuan PRT yang dilihat sebagai objek dapat memengaruhi persepsi penonton dalam cara mereka memandang perempuan PRT. Seperti yang ditunjukkan dalam adegan di atas, di mana Laras sebagai perempuan PRT dilabel sebagai ‘perusak hubungan’ dalam rumah tangga majikannya karena suaminya memberikan perhatian berlebih kepada Laras dan diketahui oleh istrinya.

Berbagai adegan yang ditunjukkan dalam sinetron ‘Cintaku Sama Pembantu Cantik’ menunjukkan bahwa sinetron berkontribusi dalam pelegitimasian perilaku kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan. Dengan menjadikan perempuan sebagai objek seks, sinetron telah berhasil memulai langkah awal untuk membenarkan kekerasan terhadap perempuan dalam kehidupan masyarakat.

Terlalu sering, media mengirimkan pesan bahwa perempuan harus cantik, tidak kuat, diperhatikan, tidak dihormati, dll. Hal ini sangat berbahaya, tidak hanya bagi perempuan, tetapi juga bagi budaya kita pada umumnya. Hal-hal di atas kemudian menunjukkan bahwa ada tren objektifikasi yang kuat dalam sinetron Indonesia mengenai perempuan PRT. Stereotip dan diskriminasi yang diberikan media terhadap perempuan PRT semakin meningkatkan kerentanan mereka dalam kehidupan masyarakat. Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh perempuan PRT di media membutuhkan penyelesaian masalah, salah satunya adalah dengan melindungi perempuan PRT dengan bantuan hukum.

            Banyaknya perempuan PRT yang tidak memiliki akses yang sama terhadap standar kehidupan yang layak menjadi suatu alasan utama mengapa perempuan PRT perlu dilindungi dan diberikan akses terhadap hukum yang berkeadilan. Di Indonesia sendiri, belum ada payung hukum yang mengakui kekerasan yang terjadi terhadap PRT dan yang dapat melindungi perempuan PRT dari berbagai masalah yang menimpa mereka selama berada di tempat kerja. Masalah tersebut diperparah jika masyarakat telah mengadopsi pandangan-pandangan seksis terhadap perempuan PRT akibat dari sinetron Indonesia yang tidak berbobot. Oleh karena itu, LBH APIK Jakarta bersama dengan kawan-kawan lain berusaha untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) demi memberikan perlindungan hukum bagi teman-teman PRT.

Jika ditinjau kembali, sudah 18 tahun berlalu sejak pertama kali diusulkannya RUU PPRT pada tahun 2004, tetapi hingga saat ini, RUU PPRT belum juga disahkan sebagai UU oleh DPR. Bahkan, Undang-undang yang datang setelah RUU PPRT sudah lebih dulu dibahas dan disetujui oleh DPR, seperti UU Cipta Kerja (Omnibus Law) meskipun menuai banyak penolakan dari berbagai kalangan di masyarakat.

Penelantaran pemerintah terhadap RUU PPRT tidak sejalan dengan Tujuan SDGs yang memastikan tidak ada seorangpun yang ditinggalkan dan mengenai kerja layak. Tidak hanya itu, pemerintah yang belum meratifikasi Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 mengenai Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang dikeluarkan oleh PBB pada tahun 2011 turut mencerminkan pengabaian pemerintah terhadap isu PRT. Lagi-lagi, kehadiran perempuan PRT semakin dimarjinalkan dan dilupakan oleh negara.

Berangkat dari hal tersebut, LBH APIK Jakarta mendorong pemerintah untuk cepat mengesahkan RUU PPRT menjadi UU yang berfungsi sebagai payung hukum bagi kawan-kawan pekerja rumah tangga untuk mencapai keadilan hukum dan sosialnya. Melihat permasalahan kekerasan terhadap PRT kian meluas, seperti yang terlihat dalam sinetron Indonesia, maka semakin meningkatkan urgensi dari pengesahan RUU PPRT ini. Dengan disahkannya RUU PPRT, perempuan pekerja rumah tangga dapat memiliki pengakuan dan perlindungan atas hak-haknya yang selama ini tidak terlihat dan cenderung diabaikan. 

Ditulis Oleh: Qanita Chandrakinanti


DAFTAR PUSTAKA

Barber, J. (2011). Objectification of women in media. Media & Change.

https://sites.google.com/a/uw.edu/media-and-change/content/objectification-of-women-in-media diakses pada tanggal 24 Agustus 2022.

GTV Entertainment. (2020a). Cantik-cantik Kok Jadi Pembantu? | Cintaku Sama Pembantu

Cantik | FTV GTV | (2/8). Diakses melalui YouTube: https://www.youtube.com/watch?v=wobiAVJ7mCA&t=0s pada tanggal 29 Agustus 2022.

GTV Entertainment. (2020b). Cantik-cantik Kok Jadi Pembantu? | Cintaku Sama Pembantu

Cantik | FTV GTV | (3/8). Diakses melalui YouTube: https://www.youtube.com/watch?v=dEikHn14kwY&t=0s pada tanggal 29 Agustus 2022.

GTV Entertainment. (2020c). Cantik-cantik Kok Jadi Pembantu? | Cintaku Sama Pembantu

Cantik | FTV GTV | (7/8). Diakses melalui YouTube: https://www.youtube.com/watch?v=5VNM29jdQVY&t=0s pada tanggal 29 Agustus 2022.

Komnas Perempuan. (2022, Juni 16). Siaran Pers Komnas Perempuan Tentang Peringatan

Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional 2022. Diambil kembali dari  https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-tentang-peringatan-hari-pekerja-rumah-tangga-prt-internasional-2022 pada tanggal 29 Agustus 2022.

Mazrieva, E. (2022, Juni 24). Lagi, RUU PPRT “Disalip”?. Diambil kembali dari

voaindonesia: https://www.voaindonesia.com/a/lagi-ruu-pprt-disalip-/6630330.html pada tanggal 26 Agustus 2022.

Sen, S. (2019, Juni 30). Objectification and Exploitation of Girls and Women by the Mass

Media and Social Media. Diambil kembali dari rightsofequality.com: https://www.rightsofequality.com/objectification-and-exploitation-of-girls-and-women-by-the-mass-media-and-the-social-media/ pada tanggal 24 Agustus 2022.

Swift, J., & Gould, H. (2021, Januari 11). Not An Object: On Sexualization and Exploitation

and Exploitation of Women and Girls. Diambil kembali dari unicefusa: https://www.unicefusa.org/stories/not-object-sexualization-and-exploitation-women-and-girls/30366 pada tanggal 24 Agustus 2022.

Subscribe Text

Untuk selalu terhubung dengan kami