
Penggunaan jilbab adalah salah satu bentuk upaya menjalankan keyakinan keagamaan yang diyakini seorang perempuan Muslim tentang ajaran agamanya. Dalam perspektif Hak Asasi Manusia, menggunakan jilbab merupakan bagian dari upaya menjalankan agamanya adalah hak asasi yang harus dilindungi dan negara harus menghargai pilihan warga negara tersebut yang ingin menggunakan jilbabnya serta melindungi hak warga negaranya tersebut. Kebebasan beragama adalah kebebasan yang paling hakiki dan asasi yang tidak dapat ditambah atau dikurangi oleh orang lain atau yang lazim dikenal dengan non derogable rights.
Sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi, dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun.”
Dari Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia kita dapat mengetahui bahwa memakai hijab termasuk dalam kebebasan pribadi, hak untuk diakui sebagai pribadi dan termasuk dalam hak beragama karena hijab merupakan suatu perintah dalam agama yang wajib dilakukan oleh seorang perempuan muslim dan ternyata undang-undang Hak Asasi Manusia pun mengaturnya.
Dalam budaya patriarki seringnya perempuan ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dan laki-laki menjadi jenis kelamin yang lebih tinggi. Konstruksi sosial seperti inilah yang kemudian mengkotak-kotakkan manusia dimana akan melahirkan pihak mana yang lebih berkuasa dan pihak mana yang layak dikuasai serta ditundukkan. Terlihat secara jelas, dalam banyak prakteknya perempuan selalu dijadikan sebagai objek ketidakadilan sosial. Mulai dari diskriminasi, stigmatisasi, objektifikasi, marginalisasi hingga kekerasan seksual.
Bahkan konstruksi sosial juga menyeret persoalan hijab yang notabene sebagai wujud perintah Allah SWT dan terkandung dalam Al-Quran. Diskriminasi merupakan perlakuan yang tidak adil atau berbeda terhadap sesama warga negara baik seseorang maupun suatu kelompok atas dasar suatu hal. Jadi, diskriminasi terhadap perempuan berhijab yaitu munculnya perlakuan yang tidak adil atau berbeda terhadap perempuan yang mengenakan jilbab. Kondisi tersebut merupakan bentuk diskriminasi dalam hak beragama, dan hak kebebasan dalam berekspresi untuk melaksanakan ajaran agama. Fenomena inilah yang kemudian menyoroti perempuan sebagai objek, sasaran budaya patriarki. Minimnya eksplorasi pemahaman dan sudut pandang menjadi salah satu penyebab dari tidak adanya toleransi pemahaman dalam diri seseorang.
Dalam Mubadalah.id, pada sisi sosial Qasim Amin melihat bahwa hijab pada beberapa hal justru menjadi kendala bagi pemakainya untuk bisa berinteraksi dengan masyarakat luas. Misalnya dalam hal kriminalitas dan kesaksian di pengadilan, kemungkinan untuk melakukan bentuk-bentuk manipulasi terbuka lebar yang berujung dengan merugikan salah satu pihak dari kedua pihak yang berselisih. Begitu juga dalam bentuk interaksi sosial lainnya, seperti perdagangan dan pertanian. Masyarakat pertanian di pedesaan di mana kaum perempuan sedikit banyak ikut berperan dalam cocok tanam, akan lebih banyak menemukan kesulitan daripada perempuan yang tidak berhijab.
Bahkan secara lebih radikal lagi, Qasim menyatakan bahwa kaum perempuan yang berhijab akan lebih terisolir dari pada kaum perempuan yang menanggalkan hijabnya. Diskriminasi yang didapatkan oleh perempuan berhijab dapat terjadi dalam beberapa bentuk, yaitu secara langsung, tidak langsung dan sistematik. Pada saat seseorang diperlakukan berbeda karena sikap atau perilaku maka hal tersebut merupakan diskriminasi secara langsung. Sebaliknya, diskriminasi tidak langsung hadir dalam bentuk kebijakan. Hal ini tentu berbeda dengan diskriminasi sistematik dengan bentuk eksploitasi yang merupakan hasil dari sejarah, norma, struktur maupun adat yang diciptakan oleh masyarakat setempat dan kemudian dilanjutkan oleh generasi selanjutnya.
Negara Indonesia mayoritas masyarakat beragama Islam dan jumlah perempuan berhijab di Indonesia semakin meningkat. Sebagai seorang individu memiliki hak untuk memilih menggunakan hijab dalam aktivitasnya secara sukarela dan keputusan tersebut merupakan suatu kebebasan dalam bentuk ekspresi seperti manusia-manusia lainnya yang tidak berhijab. Berbagai alasan yang dimiliki oleh perempuan yang memutuskan untuk berhijab, ada yang melalui perjalanan spiritual cukup panjang dan kemudian meyakini bahwa hijab merupakan kewajiban dalam Islam. Namun, ada perempuan yang mengenakan hijab karena harus mengikuti peraturan daerah, alasan psikologis, alasan politis dan lain-lain. Tetapi melihat lingkungan yang masih patriarki sampai saat ini terdapat beberapa fenomena diskriminasi terhadap perempuan berhijab dalam lingkungan pendidikan maupun dalam dunia kerja.
Negara memiliki tiga kewajiban, to respect, to fulfill and to protect, untuk menghargai, memenuhi dan melindungi hak warga negaranya. Dalam pasal 22 UU No 39 tahun 2009 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa:
Ayat 1 Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Ayat 2 Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaannya itu.
Begitu juga dalam UUD NRI tahun 1945 hasil amandemen, sebagaimana telah dibahas di awal, bahwa hak beragama adalah hak yang sifatnya non derogable, tidak dapat dicabut, ditunda, maupun dikurangi pemenuhannya karena kebebasan beragama dan menjalankan agamanya sesuai dengan keyakinan merupakan salah satu hak asasi yang melekat karena kemanusian manusia. Artinya bahwa melakukan diskriminasi terhadap seorang Muslimah yang meyakini menggunakan jilbab sebagai bentuk pemenuhan terhadap keyakinannya adalah mencabut hak asasi Muslimah tersebut yaitu hak kebebasan beragama dan menjalankan agamanya. Sekali lagi, kelompok minoritas sekalipun perlu dilindungi hak-haknya. Perempuan yang berhijab memiliki hak yang sama dengan pria untuk dapat beraktivitas, bekerja dan beraktualisasi diri dengan secara terhormat dan terjaga haknya.
Ditulis Oleh: Annisa Luthfiyyah
Referensi:
https://mubadalah.id/polemik-hijab-perempuan-dan-ketimpangan-sosial/
https://mubadalah.id/melihat-hijab-pada-sisi-sosial/
https://mubadalah.id/hijab-dalam-pandangan-qasim-amin/
Ratnaningtyas, R. P. (2021). Diskriminasi Gaya Hidup Hijabers dalam Berita Wolipop. Jurnal Riset Komunikasi, 4(2), 293-312.
UMAR, R. J. DISKRIMINASI PEKERJA WANITA BERHIJAB.