
(17/03/2023)- LBH APIK Jakarta, Komnas Perempuan
dan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera yang tergabung dalam Konsorsium
Akademi Penghapusan Kekerasan Seksual menyelenggarakan Peluncuran Program Akademi
Penghapusan Kekerasan Seksual di Artotel
Thamrin Jakarta. Acara dihadiri oleh perwakilan dari unsur Pemerintah, Aparat
Penegak Hukum dan Lembaga Masyarakat Sipil.
Menurut Dian Novita perwakilan dari LBH APIK
Jakarta “Tahun 2022 merupakan tahun yang bersejarah untuk Indonesia karena kita
telah mengesahkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang UU Tindak Pidana Kekerasan
Seksual, namun hingga saat ini implementasinya masih tetap harus dikawal, untuk
itu LBH APIK Jakarta, Komnas Perempuan dan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia
Jentera membentuk konsorsium untuk menjalankan program Akademi Penghapusan Kekerasan
Seksual. Tujuan peluncuran program ini adalah untuk mensosialisasikan program kepada Pemerintah, Aparat
Penegak Hukum dan masyarakat sipil yang hadir pada hari ini serta menggali
konsep-konsep utama untuk pengayaan program Akademi Penghapusan Kekerasan
Seksual” ujar Dian
saat membuka acara.
Dipaparkan oleh Reny Rawasita Pasaribu selaku
perwakilan STHI Jentera “latar belakang adanya program ini adalah semakin
meningkatnya kasus kekerasan seksual baik yang diadukan ke komnas perempuan
ataupun LBH APIK Jakarta serta kebutuhan adanya perspektif dan kapasitas APH untuk memastikan akses
keadilan dan pemulihan bagi korban, terutama pada korban kekerasan seksual. Tujuan dari program ini adalah untuk membangun pelatihan berkelanjutan untuk implementasi
UU TPKS, memperkuat kapasitas APH dan penyedia layanan untuk meningkatkan akses
keadilan bagi korban KS, membangun sistem dalam monitoring hasil terkait
implementasi UU TPKS serta menguatkan koordinasi antar sektor untuk layanan
terintegrasi bagi penanganan kekerasan seksual”
Pasca pemaparan dari perwakilan konsorsium moderator
mempersilahkan narasumber dari KPPPA dan Kemenkumham untuk menyampaikan Konsep
ideal sebuah pelatihan untuk memenuhi amanat UU TPKS yang komprehensif,
Penyelesaian kasus KS dan terobosan dalam UU TPKS untuk mempercepat
implementasinya serta bagaimana sumbangsih program ini terhadap peran-peran
masing-masing dalam implementasi UU TPKS.
Darsyad Ikhsan dari
Kementerian Hukum dan HAM menuturkan “UU ini merupakan milik kita semua, dimana
semua orang berhak untuk dilindungi dari kekerasan. Sehingga untuk Pendidikan
dan pelatihan tidak bisa dilakukan sendiri, membutuhkan kolaborasi yang massif
baik dari pemerintah daerah, dunia pendidikan dan masyarakat. Dalam melakukan
pelatihan ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu penyusunan Perpres,
kemudian dilakukan training of trainer serta menjadi penting keterlibatan
Bappenas agar pelatihan ini menjadi prioritas nasional dan ada anggaran
berkelanjutan”
Senada dengan kemenkumham Ali Khasan
perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anaka menyampaikan
“Secara
Filosofis, sosiologis dan yuridis UU TPKS sudah sangat tepat sebagai upaya
memenuhi kebutuhan masyarakat akan pencegahan, perlindungan, penanganan dan pemulihan korban
kekerasan seksual, pasca pengesahan perlu partisipasi dari semua pihak untuk
mengawal implementasi UU TPKS, karena yang kita lihat sekarang kita telah
memiliki UU yang progresif seperti UU KDRT, Perlindungan Anak, Sistem Peradilan
Pidana Anak, dll tp bagaimana kita mengawal semua itu. Program ini dapat
memperkaya muatan substansi modul yang akan digunakan dalam pelatihan
berdasarkan norma yang ada dalam UU TPKS”
Di sesi penghujung acara, Amira Hasna Ruzuar sebagai moderator menyimpulkan “dari paparan dan juga diskusi yang kita lakukan, penting untuk adanya pelatihan penanganan kasus kekerasan seksual bagi Aparat Penegak Hukum dan lembaga pendamping korban berbasis masyarakat serta institusi terkait seperti LPSK dan UPTD PPA, penting pula untuk memastikan adanya anggaran berkelanjutan untuk pelatihan yang berkualitas sesuai dengan mandat UU TPKS” Pungkas Amira. (LY dan DN)