Rapat Koordinasi: Meningkatkan Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan melalui Layanan Visum yang Efektif di DKI Jakarta

 


(30/05/2023)- LBH APIK Jakarta menyelenggarakan Rapat Koordinasi bertajuk “Meningkatkan Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan melalui Layanan Visum yang Efektif di DKI Jakarta”. Acara dihadiri oleh perwakilan dari unsur Pemerintah Daerah Jakarta, Kepolisian di Jakarta, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Bhayangkara Polri dan Lembaga Layanan Masyarakat Sipil.

 

“Rapat koordinasi ini penting dilakukan untuk melihat sejauh mana berjalannya layanan visum bagi perempuan dan anak korban kekerasan di masing-masing institusi, lembaga, dan layanan di DKI Jakarta yang mana masih terdapat hambatan dan tantangan dalam pelaksanaannya. Maka dari itu, dalam rakoor ini akan dirumuskan bersama untuk nantinya menghasilkan strategi dan dapat dijadikan satu standar dalam mengoptimalkan layanan visum bagi perempuan dan anak korban kekerasan” ujar uli pangaribuan selaku direktur LBH APIK Jakarta saat membuka acara.

 

Pasca sambutan dari direktur LBH APIK Jakarta moderator meminta seluruh peserta untuk berkenalan, kemudian mempersilahkan narasumber dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk memaparkan kebijakan layanan Visum bagi perempuan dan Anak Korban Kekerasan di DKI Jakarta.

 

dr. Zeba Evolusi S.,MM menyampaikan dasar hukum pemberian Pelayanan Kesehatan bagi Korban KtPA, arah kebijakan dan strategi pelayanan Kesehatan korban KtPA, Pembagian kinerja dalam pelaksanaan peran dan mekanisme rujukan, jaminan pelayanan kesehatan dan visum bagi korban di fasilitas kesehatan wilayah DKI Jakarta, serta permasalahan dalam pelaksanaan visum bagi korban KtPA. “kesiapan kami terkait psikiatrikum masih kurang, jadi kalau di Jakarta barat yang terdekat adalah rumah sakit Tarakan, bilamana tidak ada dokter di tarakan akan di alihkan ke RSCM, tetapi diskusi ini akan jadi acuan ini untuk memperbaiki pelaksanaan visum psikiatrikum” terang dr. Zeba.

 

Moderator meminta peserta untuk mengidentifikasi Kendala pelaksanaan visum bagi Perempuan dan anak korban Kekerasan di masing-masing Stakeholder serta rekomendasi untuk mengoptimalkan pelaksanaan visum. Dari diskusi tiga kelompok tergambar kendala yang dihadapi yaitu Keterbatasan jumlah SDM yang bisa melakukan visum psikiatrikum yang memadai, keterbatasan SDM di RSUD untuk pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan, belum ada layanan medis paska visum, hasil visum keluar lama, sosialisasi kebijakan di internal RSUD belum merata, kurangnya pemberian informasi ke masyarakat sehingga banyak korban terlambat melapor, kebutuhan layanan aborsi bagi korban, korban yang tidak memiliki NIK sehingga tidak bisa mengakses layanan.

 

Di sesi penghujung acara, Desti Murdijana sebagai moderator merangkum beberapa rekomendasi dari peserta yakni jumlah SDM untuk visum Psikiatrikum dan sebaran yang merata di RS rujukan, Penguatan SDM tenaga kesehatan, penguatan kapasitas bisa dilakukan dengan berkolaborasi dengan lembaga lain, Menyediakan anggaran dan pelayanan untuk pemulihan korban, Sosialisasi menyeluruh ke semua RSUD dan Puskesmas, Pemerintah lebih banyak melakukan kampanye layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan, kebijakan dan mekanisme layanan aborsi aman, rekomendasi Dukcapil untuk memudahkan pembuatan NIK, bagi korban yang tidak memiliki Kartu Identitas, serta ruangan khusus untuk pelayanan korban kekerasan di layanan Kesehatan. “dari diskusi kita hari ini banyak sekali masukan, semoga kolaborasi ini dapat menjadi jalan untuk pengoptimalan layanan visum bagi perempuan dan anak korban kekerasan” pungkas Desti. (LY)


Subscribe Text

Untuk selalu terhubung dengan kami