LBH APIK Jakarta bersama JMS Audiensi Dorong LPSK Agar RPP Dana Bantuan Korban Dapat Mempermudah Korban

 


21/9/2023) - LBH APIK Jakarta bersama Jaringan masyarakat sipil yang diwakili oleh LBH APIK Jakarta, ILRC KJAM, Forum Pengada Layanan, WCC, dan Jaringan masyarakat sipil lainnya melakukan audiensi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban pada Kamis, 21 September 2023 lalu. Dalam pertemuan tersebut jaringan masyarakat sipil memaparkan pentingnya rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dana Bantuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Jaringan masyarakat sipil menilai sulitnya korban untuk mendapatkan dana bantuan korban karena panjangnya proses hukum di Indonesia.

Seperti yang dipaparkan oleh jaringan, berdasarkan riwayat kasus yang selama ini didampingi, korban harus menunggu putusan agar mendapatkan restitusi, namun korban mengalami kesulitan untuk bertahan hidup akibat dari permasalah yang timbul akibat kasus tersebut. Selama ini korban harus menanggung biaya akibat perkara yang terjadi, mulai dari biaya pemulihan, konsumsi, transportasi, dan kebutuhan bertahan hidup.

Menurut perwakilan JMS, ada masalah serius dalam RPP tersebut, diantaranya yakni korban harus membiayai sendiri sampai adanya putusan serta sampai jaksa memberikan bahwa sita lelang telah selesai dan korban yang tidak mendapatkan restitusi akan menambah berat biaya hidupnya. Lebih lanjut ini juga hal senada juga dipantik oleh Robi dari LBH APIK Jakarta selaku moderator, bahwa pengertian dari Dana Bantuan Korban perlu diperluas, karena agak tidak sepakat jika dana bantuan korban merupakan dana kompensasi kekurangan bayar restitusi.

Ini juga ditegaskan oleh Zuma perwakilan FPL, bahwa apakah memungkinkan pemaknaan dana bantuan korban lebih diperluas, karena mungkin teman-teman LPSK juga sering memberikan bantuan pendanaan pada korban-korban yang sebagai terlindung LPSK. “Misalkan pemberian biaya transportasi dan bantuan lain, yang sekiranya selama ini sudah dilakukan oleh LPSK tanpa kemudian harus menunggu kurang bayar restitusi dan yang kedua, apakah jika korban tidak mendapatkan restitusi apakah dia juga tidak mendapat dana bantuan korban?, karena kita berharap dana bantuan korban ini membantu korban dari awal, tapi kalau melihat di draf per September ini malah semakin rumit, menunggu lelang, nanti korban malah keburu terjerat pinjaman online, karena dia harus membiayai hidup dan lain sebagainya” ujar perwakilan dari Forum Pengada Layanan tersebut.

Dari banyaknya pertanyaan kepada LSPK, LPSK yang diwakili oleh Livia Istania DF Iskandar dan Tim LPSK menjelaskan situasi proses Penyusunan RPP DBK ini. Bahwa pada awal September dala rapat PAK 6/7, terjadi deadlock dengan kejaksaan, karena kejaksaan menganggap kalau ini tidak mengatur tentang dana bantuan korban. Dan Kejaksaan memberikan masukan terkait dengan Mekanisme Pemberian Restitusi. Karena deadlock itu akhirnya dibentuk Tim Kecil yang yang terdiri dari LPSK, Kejaksaan, dan Kumham.

Menurut Tim LPSK bahwa beberapa pasal yang dipending ialah pasal: 8-13. Tim kecil sudah melakukan 2 kali rapat, dengan adanya rumusan dari pasal 8,9,10,11. Draft yang di kasih ke peserta audiensi ialah sampai pasal 12, dan belum selesai, definisi DBK, tidak dapat dirubah namun ada terobosan di dalam batang tubuh salah satunya ialah DBK mengcover biaya pemulihan dalam bentuk dana bukan program, dan tidak harus menunggu putusan, namun proses hukum tetap jalan, ujar salah satu dari perwakilan LPSK dalam paparanya.

Diakhir sesi pertemuan LPSK menyampaikan bahwa sangat mendukung penuh terhadap masukan dari jaringan dan Lembaga, karena bagaimanapun ini akan menjadi bagian penting untuk mendukung adanya RPP tentang Dana Bantuan Korban yang berpihak kepada korban. **FR/RB

Subscribe Text

Untuk selalu terhubung dengan kami